Monday, 28 April 2025 00:35 WIB
Jakarta, fiskusnews.com:
Pendahuluan
Signifikansi Ekonomi Informal di Indonesia
Ekonomi bawah tanah, atau yang sering disebut juga ekonomi informal, merupakan bagian substansial dari lanskap ekonomi Indonesia. Sektor ini mencakup berbagai kegiatan usaha dan pekerja yang beroperasi di luar kerangka peraturan formal pemerintah. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja sangat signifikan, menjadikannya pemain kunci dalam perekonomian nasional. Namun, keberadaan ekonomi informal dalam skala besar menimbulkan tantangan yang cukup besar bagi tata kelola pemerintahan, penyediaan perlindungan sosial, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, terutama dalam hal pengumpulan pajak. Besarnya aktivitas ekonomi yang tidak tercatat secara formal berarti bahwa sejumlah besar transaksi ekonomi berada di luar jangkauan sistem perpajakan, sehingga membatasi kemampuan pemerintah untuk memobilisasi pendapatan yang dibutuhkan untuk investasi publik dan pembangunan.
Pengenalan Koperasi Desa Merah Putih
Dalam konteks ini, Koperasi Desa Merah Putih muncul sebagai inisiatif spesifik yang bertujuan untuk memberdayakan ekonomi di tingkat akar rumput dan berpotensi memformalkan kegiatan ekonomi informal. Model koperasi, dengan karakteristiknya yang melekat seperti keanggotaan sukarela, kepemilikan bersama, dan kontrol demokratis, menawarkan pendekatan yang unik untuk menjembatani kesenjangan antara sektor informal dan sistem ekonomi formal, termasuk perpajakan. Laporan ini bertujuan untuk menganalisis potensi inisiatif ini dalam memformalkan ekonomi bawah tanah dan menghasilkan pendapatan pajak yang signifikan bagi Indonesia.
Tantangan dalam Mengenakan Pajak pada Ekonomi Bawah Tanah di Indonesia
Karakteristik Ekonomi Informal yang Melekat
Sejumlah karakteristik inheren dari ekonomi informal membuatnya sulit dijangkau oleh sistem perpajakan konvensional. Transaksi dalam sektor ini seringkali tidak tercatat secara formal, sehingga menyulitkan otoritas pajak untuk melacak dan mengenakan pajak. Selain itu, pelaku usaha di sektor informal seringkali beroperasi dalam skala kecil dan tersebar di berbagai lokasi geografis, yang secara signifikan meningkatkan biaya pengawasan dan penegakan kepatuhan pajak. Tingkat kesadaran dan kepatuhan terhadap kewajiban pajak di kalangan pelaku usaha informal juga cenderung rendah, baik karena kurangnya pemahaman maupun karena adanya insentif untuk menghindari pembayaran pajak. Regulasi yang ada mungkin tidak dirancang untuk mengatasi karakteristik unik dari aktivitas ekonomi bawah tanah, sehingga membuatnya tidak efektif dalam menjangkau sektor ini. Akhirnya, biaya yang terkait dengan pengawasan dan penarikan pajak dari sejumlah besar usaha kecil dan tersebar secara individual dapat menjadi sangat tinggi dan tidak efisien.
Bukti dari Penelitian
Data dari Bank Dunia mengonfirmasi bahwa informalitas di Indonesia tetap tinggi dan berdampak negatif terhadap upaya perpajakan negara dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Rasio pajak terhadap PDB di Indonesia juga relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan, yang sebagian disebabkan oleh besarnya sektor informal. Diperkirakan bahwa “ekonomi bayangan” di Indonesia merupakan bagian yang signifikan dari PDB, yang menunjukkan potensi pajak yang besar namun sulit untuk dilacak. Ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintah dan kompleksitas serta biaya formalisasi juga menjadi penghalang bagi usaha informal untuk beralih ke sektor formal. Lebih lanjut, penelitian menunjukkan bahwa penggelapan pajak tidak hanya terjadi di sektor informal, tetapi juga cukup lazim di kalangan perusahaan formal, dengan sebagian besar perusahaan formal mengakui adanya praktik tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan dalam meningkatkan pendapatan pajak bersifat multifaset dan memerlukan pendekatan yang komprehensif.
Inisiatif Pemerintah untuk Mengatasi Ekonomi Bayangan
Pemerintah Indonesia telah menyadari potensi pendapatan yang belum dimanfaatkan dari ekonomi bayangan dan telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya. Kementerian Keuangan secara aktif menargetkan sektor-sektor yang beroperasi secara ilegal sebagai cara untuk memperluas basis pajak negara. Upaya ini mencakup pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan akurasi pencatatan transaksi ekonomi, yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan mengurangi peluang untuk kegiatan ekonomi terlarang. Pemerintah juga sedang melakukan studi mendalam tentang ekonomi bawah tanah untuk mengidentifikasi potensi pajaknya, termasuk aktivitas seperti perjudian daring. Namun, ada kekhawatiran bahwa mengenakan pajak pada kegiatan ilegal tertentu dapat secara implisit melegitimasi kegiatan tersebut.
Tabel 1: Tantangan Utama dalam Mengenakan Pajak pada Ekonomi Informal di Indonesia
Tantangan | Deskripsi | |
---|---|---|
Kurangnya Catatan Formal | Transaksi seringkali tidak tercatat, sehingga sulit dilacak oleh otoritas pajak. | |
Skala Kecil dan Tersebar | Banyak pelaku usaha beroperasi dalam skala kecil dan di berbagai lokasi, meningkatkan biaya pengawasan. | |
Kesadaran dan Kepatuhan Rendah | Beberapa pelaku usaha tidak menyadari kewajiban pajak atau sengaja menghindarinya. | |
Regulasi yang Tidak Tepat Sasaran | Regulasi yang ada mungkin tidak sesuai dengan karakteristik unik ekonomi informal. | |
Biaya Pengawasan Tinggi | Mengawasi dan menarik pajak dari sektor ini secara individual bisa sangat mahal dan tidak efisien. | |
Rasio Pajak terhadap PDB Rendah | Dibandingkan negara lain, rasio pajak terhadap PDB Indonesia rendah, sebagian karena informalitas. | |
Ukuran Ekonomi Bayangan | Ekonomi bayangan merupakan bagian signifikan dari PDB, menunjukkan potensi pajak yang belum dimanfaatkan tetapi sulit dilacak. | |
Ketidakpercayaan pada Pemerintah | Ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintah menghalangi formalisasi dan kepatuhan pajak. | |
Kompleksitas/Biaya Formalisasi | Proses formalisasi dianggap rumit dan mahal oleh banyak pelaku usaha informal. | |
Penggelapan Pajak di Sektor Formal | Penggelapan pajak juga terjadi di kalangan perusahaan formal, menunjukkan masalah kepatuhan yang lebih luas. |
Peran Koperasi Desa Merah Putih dalam Formalisasi
Pengorganisasian dan Kolektivitas
Koperasi Desa Merah Putih memiliki potensi unik untuk mengorganisir pelaku usaha informal ke dalam kelompok yang lebih terstruktur, yang secara signifikan mempermudah jangkauan dan pembinaan terkait kewajiban hukum dan ekonomi, termasuk perpajakan. Dengan mengumpulkan usaha-usaha kecil di bawah payung koperasi, inisiatif ini dapat mengatasi tantangan yang terkait dengan skala kecil dan dispersi geografis yang menjadi ciri khas sektor informal. Struktur kolektif ini tidak hanya menyederhanakan administrasi dan pengawasan bagi otoritas pemerintah, tetapi juga memberdayakan pelaku usaha informal dengan memberi mereka suara dan representasi yang lebih kuat.
Peningkatan Kapasitas dan Literasi
Salah satu peran penting Koperasi Desa Merah Putih adalah dalam menyediakan pelatihan dan pendampingan kepada anggotanya terkait pengelolaan keuangan, pencatatan transaksi, dan pemahaman tentang pentingnya membayar pajak. Banyak pelaku usaha informal mungkin tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan formal dalam bidang-bidang ini, yang dapat berkontribusi pada ketidakpatuhan yang tidak disengaja. Melalui program-program pendidikan yang dirancang khusus untuk kebutuhan mereka, koperasi dapat meningkatkan literasi keuangan dan pemahaman tentang manfaat formalisasi, termasuk akses ke layanan dan perlindungan hukum.
Akses ke Layanan Formal
Keanggotaan dalam Koperasi Desa Merah Putih dapat memfasilitasi akses yang lebih mudah bagi pelaku usaha informal ke layanan perbankan, kredit, dan program pemerintah lainnya yang seringkali mensyaratkan legalitas usaha. Banyak lembaga keuangan dan program pemerintah enggan bekerja sama dengan entitas informal karena risiko yang dirasakan dan kurangnya dokumentasi formal. Dengan menyediakan kerangka kerja formal bagi anggotanya, koperasi dapat bertindak sebagai perantara, membantu mereka membangun kredibilitas dan memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengakses layanan penting ini. Akses yang lebih baik ke modal dan dukungan pemerintah dapat secara tidak langsung mendorong formalisasi dengan membuat manfaatnya lebih nyata dan menarik.
Negosiasi dan Kemitraan
Sebagai entitas yang lebih besar dan terorganisir, Koperasi Desa Merah Putih memiliki posisi tawar yang lebih kuat untuk bernegosiasi dengan pemerintah terkait regulasi yang lebih akomodatif bagi usaha kecil dan mikro. Koperasi juga dapat menjadi mitra yang berharga bagi pemerintah dalam program-program formalisasi, membantu menjangkau dan melibatkan pelaku usaha informal dengan cara yang mungkin sulit dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri. Kemitraan ini dapat mencakup kolaborasi dalam merancang dan menyampaikan program pelatihan, menyederhanakan proses pendaftaran, dan memberikan insentif untuk formalisasi.
Transparansi dan Akuntabilitas
Struktur organisasi koperasi yang demokratis, dengan mekanisme pertanggungjawaban kepada anggotanya, dapat mendorong pelaku usaha informal untuk lebih transparan dalam kegiatan ekonomi mereka. Anggota koperasi memiliki kepentingan dalam memastikan bahwa organisasi beroperasi secara etis dan bertanggung jawab, yang dapat menciptakan budaya kepatuhan dan transparansi. Selain itu, persyaratan untuk pencatatan dan pelaporan keuangan dalam kerangka kerja koperasi dapat membantu anggota mengembangkan kebiasaan yang diperlukan untuk kepatuhan pajak di masa depan.
Potensi Pajak yang Tidak Bisa Diremehkan
Peningkatan Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh)
Jika Koperasi Desa Merah Putih berhasil memformalkan sebagian besar aktivitas ekonomi bawah tanah di wilayahnya, potensi pajak yang dapat dihasilkan sangat signifikan. Dengan tercatatnya pendapatan anggota koperasi secara formal, potensi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) akan meningkat secara substansial. Saat pelaku usaha informal beralih ke sektor formal melalui koperasi, pendapatan mereka menjadi lebih mudah dilacak dan dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Potensi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Selain PPh, formalisasi aktivitas ekonomi juga dapat meningkatkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jika aktivitas ekonomi yang diformalkan melibatkan transaksi barang dan jasa yang dikenakan PPN, maka potensi penerimaan PPN juga akan bertambah seiring dengan tercatatnya transaksi-transaksi ini dalam sistem formal. Hal ini terutama berlaku untuk usaha di sektor perdagangan dan jasa yang sebelumnya mungkin beroperasi di luar ambang batas PPN atau tidak memungut dan menyetorkan PPN karena status informal mereka.
Kontribusi pada Pajak Daerah
Aktivitas ekonomi yang lebih formal juga dapat berkontribusi pada pendapatan pajak daerah. Usaha seperti restoran, tempat hiburan, dan penyedia layanan lainnya yang sebelumnya beroperasi secara informal dan mungkin menghindari pajak daerah, akan menjadi wajib pajak daerah setelah formalisasi melalui koperasi. Hal ini dapat memberikan sumber pendapatan tambahan yang signifikan bagi pemerintah daerah, yang dapat digunakan untuk mendanai layanan dan pembangunan lokal.
Perluasan Basis Pajak
Secara keseluruhan, keberhasilan formalisasi aktivitas ekonomi bawah tanah melalui Koperasi Desa Merah Putih akan menghasilkan perluasan basis pajak secara keseluruhan. Dengan lebih banyak individu dan usaha yang beroperasi dalam kerangka kerja formal, jumlah wajib pajak akan meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan negara dan daerah. Perluasan basis pajak ini tidak hanya meningkatkan pendapatan pemerintah tetapi juga dapat membantu mendistribusikan beban pajak secara lebih merata di seluruh perekonomian.
Strategi Implementasi
Pendekatan Persuasif dan Edukatif
Alih-alih mengadopsi pendekatan yang memaksa, Koperasi Desa Merah Putih perlu mendekati pelaku usaha informal dengan cara yang persuasif dan memberikan edukasi yang komprehensif tentang manfaat formalisasi. Ini termasuk menyoroti keuntungan seperti akses yang lebih baik ke layanan keuangan, peluang pasar yang diperluas, peningkatan kredibilitas bisnis, dan perlindungan hukum. Mengatasi ketakutan dan kesalahpahaman yang mungkin dimiliki pelaku usaha informal tentang formalisasi, seperti kekhawatiran tentang biaya dan kerumitan, sangat penting untuk keberhasilan.
Program Inkubasi dan Pendampingan
Koperasi dapat menyelenggarakan program inkubasi dan pendampingan yang dirancang khusus untuk membantu pelaku usaha informal dalam mengelola bisnis mereka secara lebih profesional dan memenuhi persyaratan formal. Program-program ini dapat mencakup pelatihan tentang perencanaan bisnis, manajemen keuangan, pemasaran, dan kepatuhan terhadap peraturan. Pendampingan yang dipersonalisasi dapat membantu pelaku usaha informal menavigasi proses formalisasi langkah demi langkah, memberikan dukungan dan bimbingan untuk mengatasi tantangan yang mungkin timbul.
Kemitraan dengan Pemerintah
Menjalin kemitraan yang erat dengan pemerintah daerah dan instansi terkait sangat penting bagi Koperasi Desa Merah Putih untuk mendapatkan dukungan kebijakan, program, dan insentif bagi anggota koperasi yang melakukan formalisasi. Kolaborasi ini dapat mencakup bekerja sama untuk menyederhanakan proses pendaftaran, mengurangi biaya kepatuhan, dan menyediakan akses ke program-program dukungan pemerintah yang ada. Koperasi juga dapat bertindak sebagai penghubung antara anggotanya dan lembaga pemerintah, memfasilitasi komunikasi dan memastikan bahwa kebutuhan dan tantangan pelaku usaha informal dipahami dan ditangani.
Pemanfaatan Teknologi
Penggunaan teknologi dapat memainkan peran penting dalam mempermudah pencatatan transaksi, pelaporan keuangan, dan pembayaran pajak bagi anggota koperasi. Koperasi dapat berinvestasi dalam platform digital atau aplikasi seluler yang memungkinkan anggota untuk mencatat penjualan dan pengeluaran mereka dengan mudah, menghasilkan laporan keuangan dasar, dan bahkan melakukan pembayaran pajak secara elektronik. Menyediakan akses ke alat dan sumber daya digital dapat secara signifikan mengurangi beban administrasi yang terkait dengan formalisasi dan membuatnya lebih menarik bagi pelaku usaha informal.
Model Bisnis yang Inklusif
Koperasi perlu mengembangkan model bisnis yang inklusif dan sesuai dengan karakteristik unik dari berbagai jenis aktivitas ekonomi bawah tanah. Ini mungkin melibatkan penawaran layanan dan dukungan yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus sektor atau jenis usaha yang berbeda. Misalnya, koperasi yang melayani pedagang kaki lima mungkin menawarkan bantuan dalam mendapatkan izin dan mengakses lokasi pasar, sementara koperasi yang berfokus pada pengrajin rumahan dapat menyediakan dukungan dalam pemasaran dan akses ke rantai pasokan. Fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi dalam model bisnis akan menjadi kunci untuk menjangkau dan melibatkan beragam pelaku usaha informal.
Tantangan yang Mungkin Dihadapi
Resistensi dari Pelaku Usaha Informal
Salah satu tantangan utama yang mungkin dihadapi Koperasi Desa Merah Putih adalah resistensi dari beberapa pelaku usaha informal yang mungkin merasa nyaman dengan status quo atau khawatir dengan biaya dan kerumitan formalisasi. Ketidakpercayaan terhadap lembaga pemerintah dan persepsi bahwa formalisasi akan menghasilkan lebih banyak kerugian daripada keuntungan dapat menjadi hambatan yang signifikan. Mengatasi resistensi ini akan memerlukan upaya berkelanjutan untuk membangun kepercayaan, mengedukasi pelaku usaha informal tentang manfaat formalisasi, dan menyederhanakan prosesnya.
Keterbatasan Sumber Daya Koperasi
Koperasi itu sendiri mungkin memiliki keterbatasan sumber daya manusia, finansial, dan infrastruktur untuk menjalankan program formalisasi secara efektif. Membangun kapasitas internal koperasi untuk menyediakan pelatihan, pendampingan, dan dukungan administratif kepada sejumlah besar anggota baru akan membutuhkan investasi yang signifikan. Mengamankan pendanaan yang memadai dan membangun infrastruktur yang diperlukan, seperti kantor dan sistem teknologi, juga dapat menjadi tantangan, terutama di daerah pedesaan dengan sumber daya yang terbatas.
Koordinasi dengan Berbagai Pihak
Proses formalisasi melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan pusat, lembaga keuangan, organisasi masyarakat sipil, dan pelaku usaha informal itu sendiri. Koordinasi yang efektif di antara para pemangku kepentingan ini sangat penting untuk memastikan pendekatan yang koheren dan terpadu. Membangun dan memelihara kemitraan yang kuat, mengatasi potensi konflik kepentingan, dan memastikan bahwa semua pihak bekerja menuju tujuan yang sama akan menjadi tantangan yang berkelanjutan.
Regulasi yang Kompleks
Sistem regulasi yang rumit dan tidak ramah bagi usaha kecil dan mikro dapat menjadi hambatan lain bagi upaya formalisasi Koperasi Desa Merah Putih. Proses pendaftaran yang rumit, persyaratan perizinan yang berlebihan, dan biaya kepatuhan yang tinggi dapat menghalangi pelaku usaha informal untuk melakukan formalisasi. Koperasi mungkin perlu mengadvokasi regulasi yang lebih sederhana dan lebih akomodatif yang secara khusus ditujukan untuk kebutuhan dan kapasitas usaha kecil dan mikro.
Tantangan Spesifik untuk Koperasi Desa Merah Putih
Inisiatif Koperasi Desa Merah Putih juga menghadapi tantangan spesifik terkait dengan model implementasinya. Ada kekhawatiran bahwa program yang diprakarsai oleh pemerintah pusat ini dapat mengesampingkan peran pemerintah desa dalam pembangunan ekonomi lokal, yang berpotensi membatasi otonomi kepala desa dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah mereka. Kekhawatiran juga muncul mengenai siapa yang akan mengendalikan alokasi dana desa yang digunakan untuk koperasi, yang dapat menyebabkan ketegangan dan konflik di tingkat lokal. Kelemahan tata kelola, yang sering menjadi masalah bagi koperasi, juga menjadi perhatian, dengan kekhawatiran bahwa pengawasan yang lemah dapat menyebabkan penyalahgunaan dana dan korupsi. Ada risiko bahwa inisiatif ini dapat mengulangi kegagalan skema koperasi “dari atas ke bawah” sebelumnya, seperti Koperasi Unit Desa (KUD) era Orde Baru, yang seringkali menjadi perpanjangan birokrasi daripada gerakan ekonomi yang didorong oleh masyarakat. Selain itu, keefektifan koperasi dalam mengatasi masalah utang dengan memberikan utang baru juga dipertanyakan. Fokus yang terlalu besar pada simpan pinjam daripada produksi dan pemasaran juga dapat membatasi dampak koperasi dalam memformalkan dan mengembangkan usaha informal. Keberhasilan jangka panjang inisiatif ini akan bergantung pada memastikan keterlibatan dan kepemilikan masyarakat yang tulus, bukan hanya pembentukan koperasi secara massal oleh pemerintah. Mengelola koperasi secara efektif juga merupakan tantangan tersendiri, dan Koperasi Desa Merah Putih perlu mengatasi potensi kelemahan dalam manajemen dan operasional.
Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas melalui Teknologi
Pemanfaatan teknologi merupakan aspek penting dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas keuangan Koperasi Desa Merah Putih. Sistem akuntansi digital dapat secara signifikan meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan keuangan koperasi. Dengan mencatat transaksi secara real-time, mengurangi kesalahan manusia, dan mempercepat proses rekonsiliasi keuangan, sistem digital dapat memberikan gambaran yang lebih akurat dan terkini tentang kinerja keuangan koperasi. Selain itu, sistem ini mempermudah pembuatan laporan keuangan yang berkualitas tinggi dan meningkatkan pengawasan internal.
Aplikasi perbankan seluler dapat memberdayakan anggota Koperasi Desa Merah Putih dengan memberi mereka akses mudah ke informasi akun mereka dan memfasilitasi transaksi keuangan. Fitur seperti pengecekan saldo, riwayat transaksi, transfer antar anggota, dan pembayaran tagihan dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi kebutuhan anggota untuk mengunjungi kantor fisik koperasi. Pemanfaatan teknologi juga dapat menyederhanakan proses pencatatan, pelaporan, dan audit keuangan, sehingga meningkatkan akuntabilitas dan membangun kepercayaan di antara anggota. Adopsi teknologi digital juga dapat meningkatkan partisipasi dan kepuasan anggota dengan menyediakan layanan yang lebih cepat dan lebih mudah diakses.
Namun, koperasi perlu mengatasi tantangan seperti biaya implementasi, kurangnya infrastruktur digital di daerah pedesaan, dan literasi digital yang rendah di kalangan anggota untuk memanfaatkan sepenuhnya manfaat teknologi. Menyediakan pelatihan dan dukungan kepada anggota dan staf koperasi akan sangat penting untuk memastikan adopsi dan penggunaan teknologi yang efektif.
Model Bisnis Inklusif: Perbandingan Struktur Koperasi dengan Model Formal Lain untuk Melibatkan Ekonomi Informal
Kekuatan Model Koperasi
Model bisnis koperasi menawarkan beberapa keunggulan yang menjadikannya sangat cocok untuk melibatkan pelaku ekonomi informal dan memfasilitasi transisi mereka ke formalitas. Koperasi didasarkan pada kepemilikan anggota dan kontrol demokratis, memastikan bahwa setiap anggota memiliki suara yang sama dalam pengambilan keputusan, terlepas dari kontribusi finansial mereka. Fokus utama koperasi adalah pada manfaat anggota dan pengembangan masyarakat, bukan semata-mata pada maksimalisasi keuntungan bagi pemegang saham. Sifat inklusif ini dapat menciptakan kekayaan lokal dan mencerminkan kepentingan masyarakat, yang sangat penting untuk melibatkan pelaku usaha informal yang mungkin merasa terpinggirkan oleh model bisnis formal tradisional.
Koperasi juga terbukti lebih tahan terhadap gejolak ekonomi dibandingkan model bisnis lain. Kemampuan untuk mengumpulkan sumber daya dan mencapai skala ekonomi melalui kerja sama memungkinkan koperasi untuk mengurangi biaya, meningkatkan daya tawar, dan mengakses pasar yang mungkin sulit dijangkau oleh usaha informal individu. Yang terpenting, model koperasi dapat berfungsi sebagai jalur yang efektif untuk formalisasi bagi pekerja dan usaha informal, memberikan mereka kerangka kerja hukum, akses ke layanan, dan suara kolektif.
Perbandingan dengan Model Formal Lain
Berbeda dengan koperasi, model bisnis formal lainnya mungkin memiliki keterbatasan dalam melibatkan pelaku ekonomi informal. Perseroan Terbatas (PT) menawarkan perlindungan tanggung jawab terbatas tetapi mungkin tidak memprioritaskan kepemilikan bersama dan kontrol demokratis seperti koperasi. Perseroan (Corporation) seringkali berfokus pada maksimalisasi keuntungan bagi pemegang saham, yang mungkin tidak selaras dengan tujuan sosial dan ekonomi usaha informal. Selain itu, perseroan dapat menghadapi masalah “pajak ganda”. Usaha perseorangan dan persekutuan menawarkan struktur yang sederhana tetapi tidak memiliki perlindungan hukum dan potensi aksi kolektif yang ditemukan dalam koperasi.
Meskipun model-model formal lain menawarkan manfaat seperti perlindungan tanggung jawab terbatas atau akses yang lebih mudah ke modal, fokus inheren model koperasi pada kepemilikan kolektif, tata kelola demokratis, dan kesejahteraan anggota memberikan keuntungan yang unik dalam melibatkan dan memformalkan pelaku ekonomi informal. Prinsip-prinsip koperasi, seperti satu anggota satu suara dan penekanan pada manfaat anggota, dapat membangun kepercayaan dan mendorong partisipasi dari usaha informal yang seringkali menghargai otonomi dan komunitas.
Kesimpulan
Potensi Koperasi Desa Merah Putih dalam memformalkan aktivitas ekonomi bawah tanah dan menghasilkan potensi pajak yang signifikan memang nyata. Dengan strategi yang tepat, pendekatan yang inklusif, dan kemitraan yang kuat dengan berbagai pihak, koperasi dapat memainkan peran kunci dalam meningkatkan pendapatan daerah dan nasional, sekaligus memberdayakan masyarakat di tingkat desa. Formalisasi ini bukan hanya tentang pajak, tetapi juga tentang memberikan kepastian hukum, akses ke layanan, dan peluang pertumbuhan bagi para pelaku usaha informal.
Rekomendasi
Untuk mewujudkan potensi ini, Koperasi Desa Merah Putih dan pemerintah perlu mempertimbangkan rekomendasi berikut:
Dengan mengadopsi pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, Koperasi Desa Merah Putih dapat menjadi kekuatan pendorong untuk formalisasi ekonomi inklusif di Indonesia, yang mengarah pada peningkatan pendapatan pajak, pemberdayaan ekonomi, dan pembangunan sosial di tingkat desa.
Reporter: Marshanda Gita – Pertapsi Muda
Share
Eksplor lebih dalam berita dan program khas fiskusnews.com